1/05/2015

Enggan Kosong



Pelangi memang tak pernah janji untuk selalu datang setelah hujan reda. Tapi dengan redanya hujan itu sendiri, merupakan hal yang patut disyukuri.
 Saat satu-satu orang terdekat pergi, memang tak ada yang datang mengganti. Tapi bersyukur saja, masih ada yang tersisa untuk tetap saling mengisi. Tak mau membiarkan ‘semesta’ pada diri saya menjadi kosong. Jadi saya mencoba membuka pikiran, mata, juga hati untuk bisa sadar sesadar-sadarnya, jalan masih panjang dan akan sayang jika hanya dibiarkan tenggelam lalu larut dalam lara.

Lambaian Tangan: "Hallo" atau "Selamat Tinggal"



Semesta menua. Ada kita di dalamnya.
Ada apa di dalam kita? Ada rasa. Ada jiwa. Ada cinta.
Seiring langkah kaki yang terus berpacu mengejar matahari, kita; manusia, menggoreskan kisahnya sendiri-sendiri dengan tinta tak kasat mata. Itulah karenanya, mengapa kita tak bisa melihat bagaimana orang lain menikmati ceritanya, kecuali jika mereka mau membaginya.
Juga saya, yang ingin membagi sedikit kisah meski hanya remah-remah. Atau lebih kepada janji di tahun lalu, bahwa akan ada goresan kisah yang dituang dengan tinta virtual ini. Lama menghilang, bukan karena ingin menutupnya rapat atau menelan semuanya sendiri hingga tandas tak tersisa.

2014 menjadi tahun yang luar biasa mampu membawa saya pada banyak kenangan. Tak banyak resolusi yang terwujudkan. Yang ada malah air mata berderai karena terlalu banyak merasa kehilangan.
Tahun yang membuat pandangan saya melihat orang-orang di sekitar saya silih beranti. Yang lama berlalu dan yang baru datang. Lebih dari 30 orang jumlahnya. Terlebih juga melibatkan orang-orang penting dalam hidup saya setahun belakangan ini: Ibu Sri Kunmaryati (Juli 2014) dan Kak Adhi Gamayandra (Desember 2014).
Terkadang saya berpikir, sepertinya saya lebih senang memiliki teman tak banyak, tapi solid. Daripada terus bertambah, yang dulu hilang, yang menggantikan tak bisa menjalankan peran sesuai harapan. Harapan siapa? Harapan saya. Tapi dunia (masih) terus berputar. Ditinggalkan dan dipertemukan akan menjadi hal yang harus bisa saya terima.
Tahun lalu saya membuat target, bahwa di bulan Juni saya ingin berjilbab. Sadar masih banyak kekurangan dalam berperangai, mungkin jilbab sedikitnya bisa menjadi benteng bagi saya. Memasuki Juni 2014 saya masih belum mengenakannya. Hingga tepat pada hari terakhir di bulan itu, saya mengenakannya. Bismillah, mudah-mudahan istiqamah.
Tak banyak peristiwa yang saya ingat di tahun ini. Mungkin karena saya tidak menuliskannya. Salah satu yang saya ingat, saya tidak minum soda setetespun di tahun kemarin. Tidak penting? Oh, tentu saja penting bagi saya. Rasanya senang berhasil menahan diri dari apa yang ingin saya hindari.
Mungkin yang paling menyenangkan adalah, di akhir tahun ini saya sudah mampu melunasi utang  bekas biaya pendidikan yang (menurut saya) besar jumlahnya. Membuat bulan demi bulan terasa berat dan penat untuk dijalani. Alhamdulillah. Mudah-mudahan untuk ke depannya bisa saya sisihkan untuk menabung dan membantu orang tua. Aamiin.
Apalagi? Asmara?
Masih dengan orang yang sama seperti tahun lalu. Meski mungkin tak semanis dulu. Untuk sekarang kami disibukkan mengejar cita-cita kami masing-masing. Mengumpulkan seserpih demi seserpih mimpi yang sempat diporakporandakan keadaan dan digilas roda bernama waktu. Tak apa. Jika kami berhasil mewujudkannya, keyakinan kami adalah satu; merasakan manisnya hidup yang jauh lebih manis dari apa yang pernah kami kecap sebelumnya.
Aamiin.
Yang jelas rasa syukur terucap. Masih diberi kesempatan untuk merasakan keberadaan hidup di dunia. Menjalani hari dengan orang-orang terkasih. Diberi sehat. Diberi rejeki. Sungguh Allah Maha Baik, trmasuk kepada saya umatnya yang nista ini.