Dan kertas ini masih putih. Belum tersentuh tinta hitam
apalagi merah. Entah berapa ribu kata yang terbang hilir mudik di kepala. Namun
semua terasa seperti bayang-bayang yang tak pernah bisa tersentuh adanya. Suara
tercekat di pangkal lidah. Mencipta nada-nada yang lebih sunyi dari nyanyian
seorang bisu. Hanya detak jantung yang berpacu bersama detik jam yang tak
kunjung pejam. Tak tahu mana yang akan lebih dulu padam.
Tak perlu lagi kusembunyikan rasa. Karena kau tahu aku tak
pandai berahasia. Atau mungkin kau yang terlalu peka dalam merasa. Jadi, masih
pentingkah aku untuk mengungkapkannya?