12/09/2013

Bakat, Mana Bakat??

Aaak sedih banget gue! Inget sama salah satu mimpi gue, yang pengen jadi vokalis band? Aaakk sedih sumpaah. Menyanyi adalah kesenengan gue. Banyak yang dukung dengan apa yang gue suka itu. Awalnya gue cukup percaya diri dengan menyanyi. Karena dukungan dan sedikit bukti, bahwa gue selalu mendapatkan angka yang besar kalo pelajaran seni budaya bagian musik.
Gue menyanyi gak sama dengan gue menulis; yang harus nyari-nyari topik menarik, yang kadang maksa biar gue punya karya. Tapi menyanyi, ya just do it! Tapi kenapa begini Ya Tuhan? :((
Jadi gini, gue dan band gue udah beres tracking yang ke dua kali. Tracking ulang sih sebenernya. Yang pertama gagal karena si operator studionya tai kucing, kebanyakan ikut campur buat so-soan ngaransemen lagu kita, dan emang aplikasinya gak canggih. Udah gitu rese lah. Pas akhir November kemaren gue track vokal ulang di tempat baru, yang emang udah banyak melahirkan band-band indie beraliran keras di kawasan Bandung Timur.
Sebenernya dari awal track vokal, track yang ke dua ini gak beda jauh. Ya jelas karena vokalisnya adalah gue-gue juga, kan. Gue sadar kalo suara gue jelek ternyata. Sesadar-sadarnya. Gak cocok antara lagu dengan warna vokal gue, barangkali? Sedari SD sampai SMK, banyak yang bilang kalo suara gue cocoknya di jazz. Apadaya, gue sejak lama mendambakan berkecimpung di musik indie beraliran keras. Ya mungkin kalo band gue menuntut agar vokalisnya harus bernyanyi dengan cara scream atau growl, gak akan kedengeran suara aslinya gue. Tapi karena ini gothic, gue pake suara asli kan. Bukan suara yang kalian sebut teriak-teriak-gak-jelas-itu.
Nah, kontraslah antara suara musik yang 'anggun tapi serem' dengan warna vokal gue yang sengau nan cempreng itu. Kontras banget! Harmoninya gak dapet sama sekali. Kayak orang lagi karaokean: musiknya sempurna, tapi suara penyanyinya gak selevel.
Sebelum dimixing juga gue udah tau kalo hasilnya gak akan jauh dari yang pertama. Palingan yang ngebedain di instrumennya, bukan di vokal. Pas gue dengerin, anjrit: instrumennya keren banget! Pas masuk bagian vokal, runtuhlah sudah keanggunan lagu itu!
Aaakkk gue sedih gak bisa ngasih yang terbaik. Padahal lagunya enak, tante gue adalah fans pertama band kita ini. Beliau dengan maksa-maksa minta lagu kita dari yang pas tracking pertama. Dia seneng banget sama lagunya. Enakeun, katanya. Gue juga pas pertama kali didengerin lagu itu langsung excited bangetlah. Tapi malah sedih karena ternyata gagal untuk membawakannya.
Kalo gini, mana bisa band gue maju? Mana bisa kita main di Bandung Berisik? Kalo akhirnya mereka menggantikan gue dengan vokalis yang lebih pantas, sumpah gue rela. Temen-temen band gue hebat dan berpotensi. Mereka bisa berkembang, dan gue malah menjadi inhibitor. Ya mungkin ini hanya masalah ketidakcocokan antara musik yang diusung dengan karakter vokal yang gue punya. Bukannya gak mau belajar untuk menjadi lebih baik, tapi semua hal di dunia ini memiliki lintasannya masing-masing, bukan? Ke manapun kita mau, kalo emang bukan jalurnya, mana mungkin bisa sampai ke finish?
Gue seneng karena Vermogen, band gue ini, memberikan gue pengalaman berharga. Mereka selalu support tiap kali gue menyatakan keminderan gue itu. Mereka ngasih gue kepercayaan penuh untuk membawakan lagu mereka. Mereka gak pernah menunjukkan kekecewaannya, padahal pada nyatanya, gue bahkan sangat jauh dari sempurna untuk membawakannya.
Di sini gue merasa bahwa gue belajar dari nol. Sementara mereka sudah di level yang jauh lebih atas dari gue. Di satu sisi gue keseret-seret, terseok-seok. Di sisi lain, mereka selalu melihat ke bawah untuk merangkul gue menuju ke atas. Kumaha urang teu minder, sok?!
Dan pada akhir-akhir ini, kepercayadirian gue mulai hilang. Ini yang gawat. Kumat! Selalu gini nih gue. Kalo udah merasa gagal, susah banget buat mencoba bangkitnya. Malah berpikir bodoh bahwa 'bakat lo bukan di situ'. Meskipun itu mungkin terjadi, tapi gue gak boleh nyerah. Setidaknya, menyanyi adalah suatu hal yang menyenangkan bagi gue. Tapi sekarang suka jadi lebih menjaga dan tau diri: ngedenger suara gue di lagu itu aja gue kecewa, jangan-jangan orang lain yang denger gue bersenandung juga keganggu, ya.
Dari TK sampe sekarang, mungkin ini titik balik gue dalam bernyanyi. Selama tujuh belas tahunan gue senang bernyanyi, baru kali ini gue disadarkan bahwa gue bukanlah apa-apa. Gak lebih dari sekedar orang yang menikmati musik dan lagu-lagu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar