Itu dia judul dari lukisan pertama gue. Gambar sesederhana
itu awalnya dibuat begitu saja tanpa arti. Sampai suatu hari gue pengen ngasih
dia nama. Kemudian gue cermati lagi gambarnya. Mungkin kalau orang lain akan
melukis apa yang ingin dia ekspresikan lewat gambar, maka gambar gue hanya
gambar biasa yang terbentuk dari tangan yang ingin bergerak seenaknya.
Dunia Batas. Bukan nama album Payung Teduh, ya. Hehe... Nama
boleh sama, tapi filosofinya boleh lah beda. Ngarang sendiri ini mah.
Lihat kalimat description di blog gue! “Kebebasan itu omong
kosong!”. Oh, tentu aja, Sayang. Bagaimana tidak? Gak ada kebebasan yang mutlak
di dunia ini. Ada, tapi bukan milik manusia. Kalo kamu gak setuju, maka gue gak
peduli. Hehe.
Bahkan sejak membuka mata untuk pertama kali di muka bumi
ini, kita tidak bisa bebas memilih ingin lahir dari rahim Siapa. Nah loh. Masih
percaya pada kebebasan? Buat gue, kata bebas
yang diberi imbuhan ke-an itu hanya omong-kosong-besar.
Kebebasan itu nyata, tapi gak pernah benar-benar nyata
sepenuhnya. Akan ada yang namanya batas, baik dari pengaruh luar maupun faktor
dari dalam diri kita. Ada yang namanya peraturan. Ada sesuatu yang kita sebut
keterbatasan. Ketidakmampuan.
Bangunlah kalian, wahai orang-orang yang masih mengagungkan
kalimat pembangkit percaya diri, “Hidup gue terserah gue!”. Kita memegang
kemudi atas hidup kita, tapi ada Yang Maha Mengendalikan. Dan itu bukan kita.
Bukan!
Kurang lebih itulah yang gue dapatkan setelah melihat lagi
lukisan gue. Bukan lukisan yang bagus. Sama sekali bukan. Yang anak SD
sekalipun bisa bikin yang lebih bagus. Tapi di sana gue sadar, jika dalam
kehidupan yang kita lihat begitu banyak kesamaan, sebenarnya masih banyak yang belum
kita tengok di luar sana.
Lingkaran yang kecil, yang lebih besar, mereka terkungkung
dalam bilik merah. Segitiga di sana bebas ingin menghadap ke mana, tapi mereka
hanya ada di area biru saja. Juga yang lainnya. Andaikata gue gak membuatnya
terbagi dalam empat sekat, gambar-gambar di dalamnya tetap akan dibatasi oleh garis
pinggir. Jika pun gue sengaja menghilangkan garis pinggirnya, maka ukuran
kanvas yang hanya 30x30 cm itu adalah mentok membatasi bagun-bangun di
permukaannya. Gue gak pandai menafsirkan gambar. Tapi kurang lebihnya ya gitu
yang gue paham.
Silakan, nikmati kebebasan-yang-berbatas yang mengkungkung
diri kita dengan bijak. Terkadang, membangun batasan dari peluang bebas dalam
hidup justru perlu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar