Hasrat menulis hari ini dipersembahkan oleh Shaffix yang
lagi nyanyi di dalam netbook gue.
Pertama denger lagu ini waktu SMP. “Dikenalin” sama Pak
Nandang Sutiana, guru Tahfidz yang juga merangkap pembimbing ekskul Nasyid di
sekolah gue waktu itu. Ya. Gue yang tengil ini, begini-begini juga pernah
ikutan nasyid. Hahaha
Kalau gak salah, waktu itu hari Kamis. Maaf kalo salah,
soalnya udah sekitar delapan tahun yang lalu. Wew. Dari tape yang dibawa dari ruang guru, Pak Nandang memutar sebuah kaset.
Kami yang berkumpul di ruangan kemudian mendengar lagu itu mengalun untuk
pertama kali;
Andai matahari di tangan kanankuTakkan mampu merubah yakinkuTerpatri dan takkan terbeliDalam lubuk hatiBilakah rembulan di tangan kirikuTakkan sanggup mengganti imankuJiwa dan raga iniApapun adanya***Andaikan seribu siksaanTerus melambai-lambaikan derita yang mendalamSeujung rambut pun aku takkan bimbangJalan ini yang kutempuhBilakah ajal kan menjelangJemput rindu-rindu syahid yang penuh kenikmatanCintaku hanya untuk-MuTetapkan imanku selalu
Speechless kita.
Hingga detik terakhir lagu itu selesai mengalun, beberapa
saat kami terdiam. Tertegun. Tertawan dalam suara merdu. Musik yang syahdu. Lirik
yang membikin kami terpekur khusyu’.
Lagu itu tidak dipedengarkan terus-menerus selama kami
latihan di minggu-minggu berikutnya. Tidak juga satu pun di antara kami yang
mengoleksi lagunya di handphone. Dulu
handphone masih jarang yang bagus dan
multifunction seperti sekarang. Download di internet pun tak
terpikirkan. Untuk membeli kasetnya, gue harus pikir-pikir lagi karena uang dua
puluh ribu rupiah saat itu susah banget buat gue.
Tapi sampai hari ini; delapan tahun setelah itu, gue (Alhamdulillah)
masih bisa mengingat bagaimana lagu itu dengan indahnya merambat lewat gelombang
udara tanpa terlihat. Dan pada hari ini pula, secara ilegal gue mendapatkan
lagunya. Dapet download. Eh, ilegal
gak sih? Hehe
Lirik lagunya dalem, tapi gak lebay. Diramu dengan instrumen
yang lembut dan suara yang merdu, dihayati banget kayaknya dia nyanyi. Menjadikannya
racikan yang pas untuk sebuah lagu religi. Bagi yang belum denger lagunya,
silakan dicari.
Mudah-mudahan setelah lagunya menguar bersama udara yang
kita hirup ini, akan ada suatu nilai tambah pada diri kita. Diam-diam gue jadi
bersyukur, dilahirkan dalam keluarga yang (sudah) beragama muslim. Alhamdulillah.
Keyakinan dalam hal ini adalah harga mati. Gue lahir sebagai muslim, mati pun
harus dalam keadaan muslim. Yang khusnul
khatimah, mudah-mudahan. Aamiin. Bukan cuma muslim yang bisa diidentifikasi
dari kartu identitas semata.
Kosan Kuning,
07 Mei 2015.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar