5/07/2015

Keimanan



Hasrat menulis hari ini dipersembahkan oleh Shaffix yang lagi nyanyi di dalam netbook gue.
Pertama denger lagu ini waktu SMP. “Dikenalin” sama Pak Nandang Sutiana, guru Tahfidz yang juga merangkap pembimbing ekskul Nasyid di sekolah gue waktu itu. Ya. Gue yang tengil ini, begini-begini juga pernah ikutan nasyid. Hahaha
Kalau gak salah, waktu itu hari Kamis. Maaf kalo salah, soalnya udah sekitar delapan tahun yang lalu. Wew. Dari tape yang dibawa dari ruang guru, Pak Nandang memutar sebuah kaset. Kami yang berkumpul di ruangan kemudian mendengar lagu itu mengalun untuk pertama kali;
Andai matahari di tangan kananku
Takkan mampu merubah yakinku
Terpatri dan takkan terbeli
Dalam lubuk hati

Bilakah rembulan di tangan kiriku
Takkan sanggup mengganti imanku
Jiwa dan raga ini
Apapun adanya
***
Andaikan seribu siksaan
Terus melambai-lambaikan derita yang mendalam
Seujung rambut pun aku takkan bimbang
Jalan ini yang kutempuh

Bilakah ajal kan menjelang
Jemput rindu-rindu syahid yang penuh kenikmatan
Cintaku hanya untuk-Mu
Tetapkan imanku selalu
Speechless kita.
Hingga detik terakhir lagu itu selesai mengalun, beberapa saat kami terdiam. Tertegun. Tertawan dalam suara merdu. Musik yang syahdu. Lirik yang membikin kami terpekur khusyu’.
Lagu itu tidak dipedengarkan terus-menerus selama kami latihan di minggu-minggu berikutnya. Tidak juga satu pun di antara kami yang mengoleksi lagunya di handphone. Dulu handphone masih jarang yang bagus dan multifunction seperti sekarang. Download di internet pun tak terpikirkan. Untuk membeli kasetnya, gue harus pikir-pikir lagi karena uang dua puluh ribu rupiah saat itu susah banget buat gue.
Tapi sampai hari ini; delapan tahun setelah itu, gue (Alhamdulillah) masih bisa mengingat bagaimana lagu itu dengan indahnya merambat lewat gelombang udara tanpa terlihat. Dan pada hari ini pula, secara ilegal gue mendapatkan lagunya. Dapet download. Eh, ilegal gak sih? Hehe
Lirik lagunya dalem, tapi gak lebay. Diramu dengan instrumen yang lembut dan suara yang merdu, dihayati banget kayaknya dia nyanyi. Menjadikannya racikan yang pas untuk sebuah lagu religi. Bagi yang belum denger lagunya, silakan dicari.
Mudah-mudahan setelah lagunya menguar bersama udara yang kita hirup ini, akan ada suatu nilai tambah pada diri kita. Diam-diam gue jadi bersyukur, dilahirkan dalam keluarga yang (sudah) beragama muslim. Alhamdulillah. Keyakinan dalam hal ini adalah harga mati. Gue lahir sebagai muslim, mati pun harus dalam keadaan muslim. Yang khusnul khatimah, mudah-mudahan. Aamiin. Bukan cuma muslim yang bisa diidentifikasi dari kartu identitas semata.


Kosan Kuning,
07 Mei 2015.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar