5/03/2015

me and arts



April 22nd, 2015
Katanya tidak ada yang salah dalam seni. Gue sendiri sebenarnya tidak begitu mengerti tentang seni. Tapi yang jelas gue menikmati beberapa darinya. Gue menikmati menonton seni tari, musik tradisional, fotografi, lukisan, dan lainnya.
Menikmati seni, belum tentu juga bisa melakukannya. Gue gak cukup lentur dan gemulai untuk menari, dalam mengingat gerakan juga kurang cepat. Gue senang bernyanyi, tapi gak ada satupun instrumen musik yang mahir gue mainkan. Gue sering kagum melihat hasil potretan orang lain yang bisa menangkap sudut unik suatu objek lewat keterbatasan resolusi yang ditawarkan sebuah kamera. Meski gak ngerti lukisan, tapi gue sering terpana ketika melintasi sepanjang Jalan Braga yang menjajakan lukisan untuk dijual; gue gak ngerti gimana caranya ngatur komposisi warna, memulas cat dengan kuas di kanvas, dan lainnya.
Tapi sekali lagi; katanya, gak ada yang salah dalam seni. Seni itu berkaitan degan kreativitas. Yang membedakannya dengan eksak, kata Pidi Baiq, “Dalam eksak, jika kau menjawab seperti umum, kau benar. Tapi kreatvitas, jika sama dengan orang lain, kau niru.”. “Menjawab”, bukan berarti hanya “Jawaban”. Tapi “hasil” yang didapat.
Dalam seni rupa, khususnya menggambar, jujur aja gue banyak menemui kesulitan. Gue beneran gak bisa menggambar. Sejak SD, nilai Seni Budaya kalo menggambar hampir selalu kecil. Gak kreatif juga kalo tema gambarnya bebas, imajinasi gue liar tapi gak bisa dituangkan dengan pensil dan kertas. Tapi gue senang kalo disuruh mewarnai. Sampai sekarang; saat usia melewati angka dua puluh!
Gue punya satu set crayon dan sebuah sketchbook yang gue bawa ke kosan buat ngisi waktu iseng kalo lagi bosen. Tapi, kebanyakan yang ngegambar di sketchbook itu adalah adik dan pacar gue, lalu gue yang kebagian mewarnainya.
Atas permintaan yang sedikit maksa, adik gue menggambarkan seekor kuda yang gagah. Pacar gue menggambar tokoh kartun kesayangan gue; Tony-Tony Chopper. Gue, menggambar rumah yang setelah diwarnain kata Bu Kiki mirip rumah kebakaran. See? Bahkan mewarnai; yang gue suka, belum tentu memastikan bahwa gue jago. Hahahaha. Sisanya gue gambarin lingkaran-lingkaran yang gak seperti lingkaran. Terus dicoret-coret krayon tanpa ada gambar yang jelas.
Pada suatu hari, gue nganter Ka Vieh ke toko buku buat beli kertas kado. Keesokan harinya pacarnya ultah. Jadi mau nyari bungkusan yang unyu gitu. Toko bukunya tiga lantai. Cukup lengkap menyediakan ATK, aksesoris buat bikin kerajinan tangan, sampai ke peralatan melukis yang menurut ukuran gue komplit.
Iseng, gue membeli sebuah kanvas ukuran 30 x 30 cm. Entah mau digambarin apa nantinya. Belum kepikiran. Yang ada di dalam kepala gue saat itu adalah, “Kalo udah dibeli pasti nanti dipake.”
Sebelumnya gue gak pernah menggambar, apalagi mewarnai di kanvas. Haha, norak, mungkin. Tapi ya itulah gue. Selama ini gue beranggapan bahwa gue gak bisa menggambar. Jadi buat apa buang-buang duit buat beli peralatan gambar segala.
Tapi pada akhirnya gue melukis juga. Jangan memberi ekspektasi tinggi ketika gue bilang bahwa gue “melukis”. Karena mungkin buat orang yang bisa dan ngerti melukis, hasil yang gue bikin itu gak pantes disebut “lukisan”. Yah, whatever. Yang jelas gue senang karena udah mencoba.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar