April 22nd, 2015
Katanya tidak ada yang salah dalam seni. Gue sendiri
sebenarnya tidak begitu mengerti tentang seni. Tapi yang jelas gue menikmati
beberapa darinya. Gue menikmati menonton seni tari, musik tradisional,
fotografi, lukisan, dan lainnya.
Menikmati seni, belum tentu juga bisa melakukannya. Gue gak
cukup lentur dan gemulai untuk menari, dalam mengingat gerakan juga kurang
cepat. Gue senang bernyanyi, tapi gak ada satupun instrumen musik yang mahir
gue mainkan. Gue sering kagum melihat hasil potretan orang lain yang bisa menangkap
sudut unik suatu objek lewat keterbatasan resolusi yang ditawarkan sebuah
kamera. Meski gak ngerti lukisan, tapi gue sering terpana ketika melintasi
sepanjang Jalan Braga yang menjajakan lukisan untuk dijual; gue gak ngerti
gimana caranya ngatur komposisi warna, memulas cat dengan kuas di kanvas, dan
lainnya.
Tapi sekali lagi; katanya, gak ada yang salah dalam seni.
Seni itu berkaitan degan kreativitas. Yang membedakannya dengan eksak, kata
Pidi Baiq, “Dalam eksak, jika kau menjawab seperti umum, kau benar. Tapi
kreatvitas, jika sama dengan orang lain, kau niru.”. “Menjawab”, bukan berarti
hanya “Jawaban”. Tapi “hasil” yang didapat.
Dalam seni rupa, khususnya menggambar, jujur aja gue banyak
menemui kesulitan. Gue beneran gak bisa menggambar. Sejak SD, nilai Seni Budaya
kalo menggambar hampir selalu kecil. Gak kreatif juga kalo tema gambarnya
bebas, imajinasi gue liar tapi gak bisa dituangkan dengan pensil dan kertas.
Tapi gue senang kalo disuruh mewarnai. Sampai sekarang; saat usia melewati
angka dua puluh!
Gue punya satu set crayon dan sebuah sketchbook yang gue
bawa ke kosan buat ngisi waktu iseng kalo lagi bosen. Tapi, kebanyakan yang ngegambar
di sketchbook itu adalah adik dan pacar gue, lalu gue yang kebagian mewarnainya.
Atas permintaan yang sedikit maksa, adik gue menggambarkan
seekor kuda yang gagah. Pacar gue menggambar tokoh kartun kesayangan gue;
Tony-Tony Chopper. Gue, menggambar rumah yang setelah diwarnain kata Bu Kiki
mirip rumah kebakaran. See? Bahkan mewarnai; yang gue suka, belum tentu
memastikan bahwa gue jago. Hahahaha. Sisanya gue gambarin lingkaran-lingkaran
yang gak seperti lingkaran. Terus dicoret-coret krayon tanpa ada gambar yang
jelas.
Pada suatu hari, gue nganter Ka Vieh ke toko buku buat beli
kertas kado. Keesokan harinya pacarnya ultah. Jadi mau nyari bungkusan yang
unyu gitu. Toko bukunya tiga lantai. Cukup lengkap menyediakan ATK, aksesoris
buat bikin kerajinan tangan, sampai ke peralatan melukis yang menurut ukuran
gue komplit.
Iseng, gue membeli sebuah kanvas ukuran 30 x 30 cm. Entah
mau digambarin apa nantinya. Belum kepikiran. Yang ada di dalam kepala gue saat
itu adalah, “Kalo udah dibeli pasti nanti dipake.”
Sebelumnya gue gak pernah menggambar, apalagi mewarnai di
kanvas. Haha, norak, mungkin. Tapi ya itulah gue. Selama ini gue beranggapan
bahwa gue gak bisa menggambar. Jadi buat apa buang-buang duit buat beli
peralatan gambar segala.
Tapi pada akhirnya gue melukis juga. Jangan memberi
ekspektasi tinggi ketika gue bilang bahwa gue “melukis”. Karena mungkin buat
orang yang bisa dan ngerti melukis, hasil yang gue bikin itu gak pantes disebut
“lukisan”. Yah, whatever. Yang jelas gue senang karena udah mencoba.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar